Sudah Terujikah Iman Kita
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ
وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً
سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ
خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي
النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa
salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap
menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta’ala kepada kita,
untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam
menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari
keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu
arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan
sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan
seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam surat
Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang
yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti
(karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu
sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu,
mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.”
Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan
kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga
sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk
menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan
bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran
kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk
Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan
keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya:
“Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya
pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam
perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan
kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ
كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ
عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ
وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ
مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).
… Sungguh telah terjadi kepada
orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi
(sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu
tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas
kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya
dari agamanya… (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah
kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang telah
kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan
untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan
perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang
terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan
mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta
mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan
untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada
artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu
meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit
pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk
perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim
Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini
adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk
akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat
dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh
ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana
kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan
uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang
sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim
Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat
berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim
dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan
sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam
kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi
kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak
melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para
wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh
aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita
musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin”
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak
wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau memakai jilbab dengan
berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau
beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini
pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang
tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه
مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka
yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi,
yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai
baju tetapi telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian,
kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga
dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang berbentuk
larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf
Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang
pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah
sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si
perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf
Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri
dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia
mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian
atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini
perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di
saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di
mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai
lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku
sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan
menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut
sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya
enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara
akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi,
atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu
diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba
memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang
sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada
saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam
dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga
menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan
kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan
diberi perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ …
وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ
أَخَافُ اللهَ … (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi
Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain
perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang
perempuan terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah…”
(HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet.
Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi
cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk
musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan
sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh
Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar
lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain
hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk
biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh
kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia
menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama
delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya
ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami
Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan
dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi
Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian
keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu,
maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar
tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah
kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara
merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub
Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa
menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya.
Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega
menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus
sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin
tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub
Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan
orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang
dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para
sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi
pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan
berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya
apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian,
ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun
dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul
Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku
itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk
dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang
yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan
dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah
An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para
shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z dan
istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah
selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang
dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah
sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi
kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad”
(DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1
hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang
menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan
mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun
mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus
berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh
saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat
kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam
di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di
daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji
sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang
membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu
negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap
kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka
memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain, tapi hanya
karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat
Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah
orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu
bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa
yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak
menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu
beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan
terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq
dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh
Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan
saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman
mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga
umat Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari
berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang
kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap
sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena
dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman
Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ
اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى
رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ
قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ،
وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ
Komentar
Posting Komentar